Sunday, September 2, 2012

Sci-Fi, When Science meet Fiction

Dari beragam sumber dikatakan bahwa dalam sejarahnya, istilah science fiction bermula dari Hugo Gernsback (1884-1967), warga Amerika Serikat kelahiran Luxembourg yang dipandang sebagai pelopor science fiction modern. Dalam edisi pertama Amazing Stories (April 1926), majalah pertama khusus cerita-cerita yang meleburkan sains dan teknologi dengan fiksi, Gernsback menggunakan istilah scientifiction untuk menyebut “cerita-cerita ala Jules Verne, H.G. Wells, dan Edgar Allan Poe — roman elok yang berpadu dengan fakta keilmuan dan visi kenabian…”.



Dalam dunia perfilman, sci-fi mencakup tema-tema yang luas dan mempunyai subgenre-subgenre yang mengakibatkan sulit untuk mendefinisikannya secara jelas. Saya pribadi menggolongkan sebuah film masuk dalam genre sci-fi jika ilmu pengetahuan, fantasi serta teknologi memiliki peran besar dalam cerita di film tersebut. Saat mencari makna sebenarnya dari istilah science fiction saya dihadapkan pada puluhan formulasi definisi science fiction. Mulai dari definisi pendek oleh  Isaac Asimov hingga yang panjang dan rumit oleh Groff Conklin. Beberapa pendapat memang menegaskan bahwa sulit mendefinisikan genre Sci-Fi, tapi mudah untuk mengetahui apakah genre sebuah film/buku Sci-Fi atau bukan, seperti kutipan berikut: “The definition of science fiction is like the definition of pornography: you don’t know what it is, but you know it when you see it” - Mark C. Glassy.


Seperti yang saya sebutkan di awal, sci-fi dalam dunia perfilman beberapa tahun belakangan menjadi salah satu genre pengeruk keuntungan terbesar dalam industri perfilman. Sejak star wars diperkenalkan oleh George Lucas tahun 1977, mata dunia seakan dibuka untuk melihat sejauh mana kedahsyatan teknologi dan film saat disatukan. Penggambaran galaxy far far away star wars membuat terobosan yang memulai era baru dunia perfilman. Pengembangan efek visual lewat Industrial light dan magic (ILM) milik George Lucas memberi peluang lahirnya film-film dengan tema science fiction penuh kecanggihan teknologi.


Tahun 2000 yang dikenal sebagai abad millennium merupakan tahun yang menjadi awal lahirnya atau berkembangnya  teknologi baru baik itu Internet, telepon genggam, dll. Film sebagai komoditi hiburan yang tidak lepas dari perkembangan teknologi juga terkena imbas dari histeria inovasi teknologi abad ke 21. Di tahun 2010 kemarin kita sekali lagi dibuat kagum dengan terobosan dan kedahsyatan teknologi yang diperlihatkan James Cameron lewat avatar. Namun kita tidak bisa melewatkan fakta bahwa beberapa film sci-fi cukup mengecewakan atau bahkan tidak memberi kesan sama sekali. Bagi saya pribadi the matrix; revolutions, superman returns, serta star wars; revenge of the sith menjadi beberapa film sci-fi yang masuk dalam daftar mengecewakan, beberapa film sci-fi lainnya masuk dalam daftar terlupakan. Kesamaan tema tanpa terobosan baru memang membuat beberapa film dengan tema sci-fi yang seharusnya memanjakan mata penonton dengan inovasi teknologi hadir namun seolah berlalu begitu saja. Yang perlu disadari adalah teknologi bisa saja hanya menjadi aksesoris sebuah film jika tidak ditunjang oleh jalinan cerita serta ramuan sutradara agar menjadikannya tontonan menghibur dan berkesan sehingga bisa dikenang hingga beberapa tahun kedepan. Sungguh sangat menarik jika membayangkan apa yang bisa ditawarkan oleh teknologi dan ilmu pengetahuan bagi dunia perfilman 10 atau mungkin 50 tahun mendatang, semoga tidak perlu menunggu selama itu untuk bisa mendapatkan kembali tontonan spektakuler seperti yang ditawarkan oleh George Lucas serta James Cameron.

No comments:

Post a Comment